Wisata Museum Bali, Mengenal Sejarah Manusia

Keberadaan umat manusia di bumi ternyata tidak seketika dengan setumpuk teknologi maju, seperti sekarang ini. Melainkan dimulai dengan sebuah kehidupan primitif. Perkembangan tersebut ternyata dapat kita pelajari dari benda-benda peninggalan sejarah yang hingga kini masih tersimpan. Benda-benda Peninggalan sejarah tersebut diantaranya dapat kita temui di Museum Bali, Denpasar, Bali, Indonesia.

Pendirian museum ini diprakarsai oleh seorang arsitek asal Belanda, WFJ Ground pada tahun 1910. Ground dibantu oleh seorang rekannya asal Jerman RH Tesing. Benda-benda peninggalan sejarah di museum yang bersebelahan dengan pura jagatnatha ini tersimpan dalam empat gedung, yaitu gedung timur, gedung karangasem, gedung tabanan, dan gedung buleleng.

Dari peninggaan benda purbakala ini, pengunjung dapat mengetahui bahwa di Pulau Bali, umat manusia mulai menjalani kehidupan primitif pada tahun satu juta sebelum masehi. Kondisi tersebut tampak dari benda-benda prasejarah berupa batu-batu purbakala dengan bentuk khusus, yang digunakan untuk mengolah atau memotong dan menguliti daging mentah untuk dimakan. Masa ini disebut masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, yang berlangsung hingga tahun 200.000 sebelum masehi.

batu batu yang diperhalus

batu batu yang diperhalus

Dari tahun 200.000 hingga 3000 sebelum masehi, manusia di bumi mulai memasuki masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Hal ini tampak dari benda-benda purbakala yang tetinggal, seperti tulang-tulang binatang dan tanduk rusa yang digunakan sebagai senjata. Dalam masa ini, nenek moyang masyarakat Bali juga mulai menggunakan goa alam sebagai tempat tinggal.

Tahun 3000 sebelum masehi, peradaban masyarakat bali mulai beralih memasuki masa bercocok tanam. Teknik membuat perkakas pun beralih dari bahan batu menggunakan tembaga. Secara bertahap, kebudayaan ini juga berkembang hingga tahun 600 sebelum masehi, dimana masyarakat mulai membuat perhiasan. Seperti kalung, anting-anting dan gelang dari tembaga dan perunggu, seperti yang dipamerkan di museum Bali ini.

Pada masa ini, masyarakat juga mulai hidup menetap, membuka hutan untuk ladang dan sawah secara berelompok. Tempat tinggal pun mulai beralih dari goa-goa alam menjadi rumah-rumah sederhana dengan bahan kayu-kayu hasil pembukaan hutan.

Diantara peralatan yang dapat kita temui di museum ini diantaranya beliung atap sebagai alat bercocok tanam, serta perahu bercadik sebagai sarana transportasi. Seiring banyaknya komunitas bermunculan. Masyarakat juga mulai berdagang dengan sistem barter atau tukar menukar barang.

tulisan pertama yang dikenal masyarakat sejarah bali

tulisan pertama yang dikenal masyarakat sejarah bali

Barulah pada tahun 800 Masehi masyarakat Bali memasuki masa sejarah. Tentunya pada masa ini, masyarakat Bali mulai mengenal tulisan. Ditandai dengan penemuan stupika yang dipamerkan juga di museum ini. Tulisan yang mulai digunakan yaitu tulisan prenegari dengan bahasa Sansekerta Mantra-mantra suci agama Budha.

Di museum ini pengunjung juga dapat melihat pelita lampu perunggu yang dibuat pada abad 13 masehi. Pelita tersebut merupakan salah satu potensi perdagangan. Masa ini disebut masa pertengahan sejarah.

Sejak tahun 1846 hingga sekarang masyarakat Bali memasuki zaman Bali baru. Dalam museum ini pengunjung dapat melihat sejumlah benda peninggalan sejarah yang menggambarkan hubugan dagang Raja-raja Bali dengan pemerintah kolonial belanda. Seperti senjata-senjata tradisional, berupa bambu runcing dan senjata api sederhana. Senjata-senjata itu dipakai oleh masyarakat bali dalam melawan penjajahan kolonial Belanda.

Selain benda-benda peninggalan sejarah, dalam museum Bali juga dapat melihat beda-benda yang menggambarkan kebudayaan Bali yang mulai terancam punah. Salah satunya yaitu alat tenun tradisional yang semua bagiannya terbuat dari kayu.

Para pengunjung musium ini rata-rata adalah para Wisatawan Asing, yang sebagian besar datang dari Asia Timur. Mereka menyukai objek wisata ini karena sedikit banyaknya memiliki kaitan sejarah dengan negara mereka. Selain itu, salah seorang wisatawan asal Jepang, Himeno Harumitzhu ketika ditemui saat mengunjungi Musium Bali mengatakan mendapat banyak pelajaran sejarah usai megunjungi Musium Bali. ”Banyak pelajaran sejarah yang saya dapatkan di sini. Pelajaran dan benda sejarah seperti ini tidak saya temukan di negaraku”, ujarnya dalam bahasa Jepang dan diterjemahkan seorang pemandu wisata.

keris, salah satu senjata tradisional bali

keris, salah satu senjata tradisional bali

Karcis masuk museum Bali hanya 2000 rupiah saja, sangat murah termasuk untuk warga lokal. Naun tak begitu banyak masyarakat setempat yang datang berkunjung. Kondisi tersebut pun diakui oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali/ I Gusti Ayu Mastini. “Berbagai upaya sosialisasi telah dilakukan agar masyarakat lokal Bali mau berkunjung ke museum ini. Namun hasilnya, mentok pada anak-anak sekolah yang diajak oleh para guru sebagai sarana pembelajaran pendidikan sejarah. Tak pernah lebih dari itu”, ujarnya ketika dikonfirmasi.

Dari pembelajaran sejarah tadi, kita dapat mengetahui bahwa semakin moderen kehidupan masyarakat akan membuat masyarakat semakin mudah menjalani kehidupan. Namun semakin lama semangat dan kualitas hidup juga semakin berkurang.

Para leluhur umat manusia dapat membuka hutan hanya dengan kapak perunggu dan bahkan kapak batu. Namun pada zaman sekarang, untuk berpindah tempat saja manusia membutuhkan kendaraan bermotor. Walau benda-benda peninggalan sejarah tak memiliki jawabannya, kondisi tersebut tentu menjadi bahan pertimbangan, bahwa seiring perkembangan jaman dan perkembangan moralitas kondisi fisik manusia dan alam semesta semakin menurun. (Erabaru/luh)

0 komentar:



Posting Komentar